Blogger Widgets

Popular Posts

Minggu, 12 Juli 2015

SEKEPING GENTENG TIKET KE SURGA


Sumber foto : Google


Saya tidak tahu apakah di daerah anda juga ada tradisi membeli nasi atau es dawet dengan sekeping pecahan genteng (kreweng) saat acara syukuran (bancakan) dan prosesi pernikahan Jawa. Memang sekarang sudah jarang dan mulai ditinggalkan, tetapi dulu waktu saya masih kecil acara seperti ini sangat ditunggu, karena memang dikhususkan untuk membuat anak-anak senang. Saya bersama teman-teman langsung tancap gas mencari pecahan genteng jika ada tetangga yang mengumumkan pembagian nasi bancakan, lumayan pas lagi lapar dapat nasi plus lauk gratisan.

Bahkan kadang yang punya hajat atau mengadakan syukuran pun sudah menyiapkan pecahan genting, untuk menyediakan yang tidak mendapatkan. Kita berbaris antri sambil membawa sekeping pecahan genteng lalu ditukarkan dengan sepincuk nasi, gudangan, pisang, telur, teri, mirip jual beli. Hal yang sama berlaku dalam salah satu prosesi acara pernikahan saat pembagian es dawet, hanya saja kebanyakan dihadiri orang dewasa.

Pertanyaannya, bagaimana jika sekeping pecahan genteng tersebut kita ganti dengan uang yang senilai, misalnya dengan uang Rp.10.000,- . Ini adalah sebuah penghinaan, karena yang mengadakan syukuran sudah berniat untuk berbagi bukan untuk jual beli. Bisa jadi bukan mendapat nasi tetapi malah caci maki.

Entah mengapa jika mengingat kejadian itu, saya jadi ingat tentang sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa tak seorang pun bisa masuk sorga karena amalnya. Pernyataan ini membuat para sahabat keheranan dan bertanya, “Apakah Anda juga ya Rasulullah?”
“Ya, demikian juga aku, melainkan karena rahmat Allah kepadaku.”

Sungguh sombong jika ada manusia yang merasa bisa masuk surga dengan amalnya, karena jika semua amal seumur hidup kita ditimbang dengan sebuah nikmat penglihatan atau pendengaran saja sudah tak mampu mengimbanginya. Apalagi ditambah nikmat lain yang tak terhitung banyaknya.

Tak usah jauh-jauh berusaha membalas kebaikan Allah, dengan ibu kita saja. Sampai kapan pun dengan cara apapun kita tak kan pernah bisa membalas hingga seimbang.
Ibnu Umar (putra Umar bin Khottob) pernah melihat seseorang yang sedang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lantas berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?”

Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.”

Seorang ibu tak pernah mengharap agar anaknya bisa memberi setimpal dengan apa yang telah diberikan. Yang kita butuhkan hanyalah sekeping pecahan genteng, ya sebuah usaha kecil dengan niat tulus untuk berbakti kepadanya. Nilainya tak seberapa, tetapi usaha dan niatlah yang utama.

Demikian juga Allah Azza wa Jalla, Dia tak mengharap hamba-Nya memberi sepadan dan memiliki ketaatan sempurna. Karena Dia telah menetapkan diri-Nya Maha Memberi dan Maha Pengampun. Amal kita tak pernah pantas untuk membeli kenikmatan surga yang tiada tara. Kepantasan yang didapatkan manusia hanyalah limpahan rahmat-Nya, karena usaha kita hanyalah senilai dengan sekeping pecahan genteng.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar