Blogger Widgets

Popular Posts

Minggu, 12 Juli 2015

MAAFKAN DIA 70 KALI SEHARI



Kita pasti pernah dibuat kesal dan dikecewakan seseorang. Oleh siapakah?
Dikecewakan orang yang tak kita kenal atau tak dekat secara personal sangat mudah untuk dilupakan. Namun terasa lebih menyakitkan jika dikecewakan oleh orang terdekat. Mereka yang lalu-lalang dalam kehidupan kita setiap hari. Bisa jadi orang tua, pasangan hidup, anak, saudara, kawan, rekan kerja, atasan, bawahan, sahabat dan orang-orang yang sebenarnya kita sayangi.
Begitulah hukum alam paradoks kehidupan, semakin besar cinta semakin besar pula kemungkinan benci.
Apa alasan kita kecewa?
Ya, karena menurut kita, dia salah.
Mungkin dia salah ucap yang membuat kita salah sangka. Atau dia salah bersikap yang menjadikan salah memahami. Dia salah bertindak sehingga kita salah mengerti.


Bukankah sebenarnya keduanya berbagi kesalahan? Kita manusia biasa dan bukan malaikat. Sehebat apapun tak pernah bisa luput dari salah, namanya juga manusia. Semua wajar adanya, jadi dimaafkan saja.
Oke … kita maafkan, mencoba berlapang dada. Tak perlu menyalahkan dan menunjukkan bahwa dia salah jika itu membuat suasana makin panas dan kita semakin sulit memaafkan.
Baiklah kali ini kita sudah berhasil mengalahkan diri sendiri. Tetapi apa daya ternyata dia membuat kesalahan lagi. Ya … dia kembali melakukan hal yang membuat kesal! 
Kenapa harus diulang? Atau memang sengaja membuat kita marah?


Ah … bukankah kita juga selalu mengulang dosa kepada-Nya? Bukankah Dia selalu memberi kesempatan? Dia selalu bersedia memberi pengampunan? Baiklah, kita maafkan lagi. Bagaimana jika membuat kesalahan lagi? Maafkan lagi. Jika berbuat salah lagi? Maafkan lagi. Begitukah? Sampai kapan? Sampai maut menjemput, karena begitulah Rasulullah SAW mengajarkan.

Ingat kisah seorang laki-laki yang bertanya tentang berapa kali batas memaafkan pelayan/pembantu/asisten rumah tangga. Rasulullah tak menjawab, hingga pertanyaan tersebut diulang tiga kali. Akhirnya dijawab oleh beliau,”MAAFKAN DIA SEHARI TUJUH PULUH KALI.” 
Wooow!!!
Mendengar kisah dalam kitab Sunan Abu Dawud tersebut sungguh membuat saya terkesima, tertampar dan tertegun. Jika seorang pembantu saja mempunyai hak untuk dimaafkan hingga 70 kali sehari, bagaimana dengan anak, istri, suami, orang tua, saudara, kawan, rekan, dan handai taulan?
Mereka jauh lebih pantas kita maafkan. Janganlah sebuah kesalahan jadi nila setitik dan rusaklah susu sebelanga. Jika sedang bermasalah seakan tak ada sebiji sawi pun kebaikannya. Begitulah bujuk rayu setan yang selalu menebar permusuhan.
Teringat juga kisah saat Rasulullah SAW beliau berkata dalam majelisnya “Sebentar lagi kalian akan melihat ahli surga.”
Tak lama datanglah pemuda yang biasa dan sederhana sambil menenteng sandal. Sontak hal ini membuat beberapa sahabat Nabi SAW penasaran mencari tahu amalan apa yang menyebabkan dia dijamin masuk surga oleh Rasul-Nya.
Abdullah bin Amru pun rela menginap tiga malam di rumahnya namun tak menemukan hal istimewa, semua biasa saja. Setelah hari ketiga dia pun bertanya. Pemuda itupun hanya menjawab dengan jawaban yang sederhana pula,”Aku tak akan tidur sebelum memaafkan semua orang yang pernah menyakitiku.”
Kecewa, sakit hati itu manusiawi. Asal jangan jadi dendam. Dendam itu ibarat duri dalam hati. Rasanya ngilu dan sangat nyeri. Jika duri di kaki saja kita lepaskan, kenapa duri dalam hati kita biarkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar