Suara nyaring Mak Romlah terdengar hingga ke kamar Jontor.
“Jon … neh ada undangan pernikahan buat lo!”
Jantung Jontor tiba-tiba berdegup kencang, nafasnya sedikit tersengal, dan keringat dingin pun mulai muncul. Begitulah nasib seorang jomblo stok lama setiap menerima undangan pernikahan rekan seangkatan. Baginya undangan semacam itu lebih menyakitkan dibanding undangan KPK.
Jantung Jontor tiba-tiba berdegup kencang, nafasnya sedikit tersengal, dan keringat dingin pun mulai muncul. Begitulah nasib seorang jomblo stok lama setiap menerima undangan pernikahan rekan seangkatan. Baginya undangan semacam itu lebih menyakitkan dibanding undangan KPK.
“Ya Mak, bentar lagi,” sahut Jontor sambil berjalan menuju teras. Entah
sudah berapa kali ia menerima undangan, tapi hingga kini belum jelas kapan
gilirannya untuk membagi undangan. Satu demi satu teman jomblonya mulai
berguguran, mungkin tinggal beberapa orang yang bernasib serupa itu pun bisa
dihitung dengan jari.
“Undangan dari siapa, Mak?”
“Undangan dari siapa, Mak?”
“Kagak tau, Mak nggak bisa baca kalo nggak pake kacamata, yang pasti bukan
dari kampung sini,” jawab Emak singkat sambil menyapu lantai teras.
Setelah membaca sekilas nama pasangan yang tertulis pada undangan. Betapa terkejut pemuda kurus ini, bagaikan disambar petir di siang bolong, jantungnya serasa berhenti berdetak … Rena–Taufan, yah Rena adalah gadis manis kawan baiknya, bukan sekedar teman dekat bahkan menjadi TO (Target Operation) Jontor untuk dipersunting.
“Kenape, Jon? Kok linglung kaya orang kesambet gitu?” tanya Mak Romlah melihat reaksi anak lelakinya.
“Hmm … ngga kenape Mak, neh calon penganten yang cewek temen karang taruna dari RW 13. Dulu sering ada kegiatan bareng waktu ada lomba puisi di balai kelurahan, Mak.”
Jontor langsung berbalik menuju kamar tidurnya dengan gaya jalan yang mulai limbung dan … bruuk! Jatuhlah tubuh kurusnya ke kasur yang sudah tak begitu empuk lagi. Lemas bukan karena belum sarapan, tetapi karena kabar buruk berita undangan.
Sebenarnya Jontor sudah kenal baik dan sempat melakukan pendekatan dengan orang tua Rena. Gadis manis yang juga sering menjadi tim juri lomba puisi ini pun sebenarnya sudah menangkap sinyal-sinyal pendekatan teman lelakinya ini. Mungkin karena tak jua memberi tanda keseriusan maka saat ada kumbang yang memberi kepastian hubungan langsung diterima Rena sekeluarga.
“Betul kata Pak Mario Teguh, wanita suka akan bunga, coklat dan uang, tetapi dia lebih suka kepastian,” sesal Jontor.
“Apakah aku harus mendatangi undangan ini?” tanyanya dalam hati, wajar jika dia berpikir demikian. Luka hati yang masih menganga hampir mematikan akal sang pujangga. Jika ia datang, sungguh itu memerlukan ribuan ketegaran saat melihat gadis pujaannya bersanding dengan lelaki lain. Jika tak datang itu pun menunjukkan kepengecutan dan kekalahan di hadapan Rena serta keluarganya.
“Ya ! Aku harus datang, kan kubuktikan aku bukan pecundang! Aku adalah jomblo berkualitas bukan JONES alias jomblo ngenes! Akan kubuktikan … aku lebih baik dari lelakimu Rena!” Jontor ternyata belum bisa ikhlas sepenuhnya.
***
Saat resepsi pernikahan pun tiba, dengan gaya rambut klimis ala mafioso,
baju batik lengan pendek warna merah darah, harum semerbak mewangi, Jontor
memasuki gedung dengan kepercayaan diri tingkat tinggi. Di pintu masuk gedung
dilihatnya foto pasangan yang menikah. Paras gadis cantik di foto itu tak asing
baginya, ia penasaran dengan sosok lelaki pasangannya. Terlihat sosok lelaki
yang gagah dan ganteng sedang memboncengkan Rena dengan sepeda tua.
Kepercayaan diri Jontor mulai merosot drastis melihat sosok fisik pasangan
Rena yang memang lebih mempesona jika dibandingkan dengan dirinya.
“Ahay Jontor! … kau di sini rupanya. Sabar ya, meski hati lu patah jadi dua … ha ha.” Jontor dikejutkan oleh Si Dul temen lamanya sekaligus teman Rena.
“Siapa yang patah hati? Biasa aja kalee,” tukas Jontor.
“Iye … Taufan suaminya Rena, ntuh teman SMA gue. dia baik, sholeh, pinter sekarang aja udah punya jabatan penting di Pertamina. Sudah sukses dia, sudah punya rumah dan mobil pribadi, pantaslah jika langsung diterima keluarga Rena, Maaf bukan maksud gue manasin lu Jon, emang faktanya kayak begitu.”
“Ah biasa nggak panas kok … cuma udara di sini lumayan panas.” kata basa-basi Jontor untuk menutupi kepercayaan dirinya yang sudah makin meleleh. Tak cuma itu dia merasa dipukul palu godam “Thor” mendengar cerita Si Dul tentang pencapaian sang lelaki saingannya. Sudah tentu sejauh antara bumi dan langit jika dibandingkan dengan dirinya.
Dengan sisa-sisa jiwa yang sudah porak poranda, Jontor pun masuk ke gedung dan mencari tempat yang paling tersembunyi. Dia tak ingin terlihat oleh Rena maupun keluarganya. Pemuda yang pandai berpujangga ini pun mulai terhanyut dalam jiwa melankolis yang memang sudah nempel sejak lahir, Dia merasa seakan semua acara demi acara yang berlangsung seperti gelombang tsunami ejekan untuk dirinya.
Saat acara resmi usai dilaksanakan sang penyanyi maju ke atas panggung menyanyikan lagu Maher Zain yang berjudul “Barokallahu lakumaa”, sebuah lagu wajib untuk pengantin yang baru menikah. Usai lagu itu sang mempelai pria memberi kode kepada tim penghibur untuk menyanyikan sebuah lagu khusus untuk mempelai wanita. Request suami Rena langsung ditanggapi, vokalis grup tersebut mendendangkan syair yang tak asing lagi di telinga Jontor.
“Mungkin ku bukan yang pertama … di hatimu tapi cintaku terbaik untukmu…Meski aku bukan bintang di langit … tapi cintaku yang terbaik.”
KROMPYANGGG!!!! Semua yang hadir terkejut mencari asal suara barang yang pecah. Tertujulah semua mata di pojok sebelah kanan gedung, di mana Jontor duduk menyembunyikan diri. Seorang pemuda kurus tampak panik dan gugup menghadapi serbuan ratusan pandangan. Entah apa sebabnya sehingga mangkuk sup yang ada di tangan Jontor bisa jatuh ke lantai hingga berkeping-keping. Puncaknya adalah sorot mata Rena yang menghunjam sukma seakan mampu memutuskan urat nadi Jontor.
“Jontor!!” Rena terperanjat
Perasaan sesal, malu, minder, patah hati semua berkecamuk menjadi satu.
Hatinya pun hancur berkeping-keping bersama kepingan mangkuk sup yang telah
berserakan di lantai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar