Blogger Widgets

Popular Posts

Minggu, 12 Juli 2015

SEBUAH MUTIARA SURAT AL KAHFI


Jika Surat Al Kahfi ini diibaratkan samudera yang luas, di dalamnya terdapat ribuan tiram. Setiap tiram menyimpan sebuah mutiara yang berharga. Saya hanya akan memungut sebuah tiram dan mengambil satu biji mutiara dari tubuhnya, Maka tulisan ini pun hanyalah satu diantara ribuan mutiara Surat Al Kahfi.


Jumat ini saya tiba-tiba terperangah ketika mencoba mentaddaburi surat Al Kahfi ayat 23-24 :
23. Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, "Aku pasti melakukan itu besok pagi,”
24. Kecuali (dengan mengatakan), "In sya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberi petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.”

Sebenarnya bukan ayat yang asing bagi umat muslim. Saya hanya mengajak untuk melihat mutiara ini dari sudut pandang yang agak berbeda.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahwa kaum Quraisy telah mengutus An Nadh bin al Harts dan Uqbah bin Abi Muith kepada pendeta Yahudi Madinah untuk bertanya tentang kenabian Muhammad dengan menceritakan sifat-sifatnya dan segala sesuatu yang telah diucapkannya. Orang-orang Quraisy beranggapan bahwa pendeta-pendeta itu adalah ahli di dalam memahami kitab yang telah diturunkan terlebih dahulu dan mempunyai ilmu pengetahuan tentang tanda-tanda kenabian yang orang Quraisy tidak mengetahuinya.

Kemudian kedua orang utusan itu berangkat menuju ke Madinah dan bertanya kepada pendeta-pendeta Yahudi itu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kaum Quraisy. Lalu berkatalah pendeta itu kepada utusan Quraisy,"Tanyalah kepada Muhammad akan tiga perkara. Jika dia dapat menjawabnya, maka dia adalah seorang Nabi yang diutuskan. Akan tetapi jika dia tidak dapat menjawabnya, maka dia hanyalah orang yang mengaku menjadi Nabi."

“Tanyalah kepadanya tentang para pemuda pada zaman dahulu (Ashabul Kahfi) yang bermusafir dan apa yang terjadi kepada mereka karena cerita tentang pemuda itu sangat menarik.”

“Kedua tanyakan kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke Masyrik dan Maghrib (Dzulkarnaen) serta tanyakan apa pula yang terjadi padanya.”

"Ketiga tanyakan kepadanya tentang roh, apakah roh itu."

Kemudian kedua orang utusan itu pulang kepada kaum Quraisy dan berkata: "Kami datang membawa sesuatu yang dipergunakan untuk menentukan sikap di antara tuan-tuan dan Muhammad."

Mereka pun berangkat menghadap Rasulullah dan bertanya akan tiga perkara tersebut. Rasulullah berjanji besok akan menjawabnya (tanpa menyebut In sya Allah). Maka pulanglah mereka semuanya.

Rasulullah menunggu turunnya wahyu tersebut. Hari demi hari berlalu, setiap bertemu kaum kafir Quraisy selalu ditanyakan. Sudah lima belas malam lamanya, tetapi Jibril tidak juga kunjung tiba sehingga orang Mekah tidak lagi yakin kepadanya. Rasulullah merasa sedih karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy. Akhirnya setelah 40 hari barulah Jibril turun membawa wahyu, tetapi ayat tentang teguran tersebut (Surat Al KAhfi 23-24 Tafsir Ibnu Jarir).

Marilah merenung tentang cara Allah menggembleng Rasul Muhammad SAW!

Berandai saja jika kita ada di posisi beliau, saya tak bisa membayangkan mungkin kita akan kufur. Betapa besar tekanan batin yang diterima. Harga diri seorang rasul yang dipercaya dipertaruhkan. Mungkin kita akan protes kepada Allah karena merasa hal yang ditanyakan adalah urusan dakwah. Jika langsung turun wahyu dan dijawab bisa jadi kaum kafir itu akan yakin dan beriman.

Tapi Allah melakukan hal yang berbeda!
Allah mengikis habis ego manusiawi dalam diri Muhammad SAW yang yakin akan mendapat jawaban dari-Nya. Seorang semulia beliau pun tak boleh terlalu yakin akan keterkabulan padahal ini untuk keperluan syiar dan dakwah agama-Nya. Allah tunjukkan bahwa Dialah Yang Maha Kuasa bukan manusia.

Saya berpikir jika beliau kekasih-Nya tak boleh terlalu percaya diri akan jawaban dan keterkabulan apalagi orang macam kita. Kekasih Allah itu bukan manusia yang semua doa dan harapannya dikabulkan oleh-Nya, tetapi orang yang selalu dibentuk dan dididik menjadi baik oleh-Nya.
Berhasil itu penting tetapi bagi Allah menjadi baik itu jauh lebih penting.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar