Mak Romlah menarik bantal Jontor yang sedang tertidur di depan televisi,
Bruk! Pemuda kerempeng ini pun tergagap bangun dan berusaha mengumpulkan kembali kesadarannya.
“Apaan sih Mak! gangguin orang tidur aja.”
Bruk! Pemuda kerempeng ini pun tergagap bangun dan berusaha mengumpulkan kembali kesadarannya.
“Apaan sih Mak! gangguin orang tidur aja.”
“Kebangetan lo Jon, ni udah jam berapa? Liat udah jam sepuluh, lo cuma pindah tempat tidur doang. Bagaimana ada perusahaan yang betah punya karyawan kayak lo? Bagaimana ada cewek yang mau sama lo, kalau kerjaannya molor aja. Kalau malam malah begadang mulu di depan komputer.”
“Ah Emak, main semprot aja.” Jontor menegakkan punggungnya di kursi
panjang ruang tengah tempat di mana dia tadi tertidur,
“Nih susu hangat, biar seger tuh badan,” kata Mak Romlah, meski sering ngomel sebenarnya dia sayang dengan anak lelaki sulungnya ini.
Perempuan setengah tua itu duduk di samping Jontor, meraih remote dan mengganti saluran TV dengan acara kesukaannya, apalagi kalau bukan film India.
“Nih susu hangat, biar seger tuh badan,” kata Mak Romlah, meski sering ngomel sebenarnya dia sayang dengan anak lelaki sulungnya ini.
Perempuan setengah tua itu duduk di samping Jontor, meraih remote dan mengganti saluran TV dengan acara kesukaannya, apalagi kalau bukan film India.
“Jon, kapan lo ngelamar kerjaan lagi?” tanya Mak Romlah sedikit santai.
“Lhah emang aku pengangguran, gini-gini aku pengacara.”
"Pengacara hajatan nikah?”
“Lhah emang aku pengangguran, gini-gini aku pengacara.”
"Pengacara hajatan nikah?”
“Bukan Mak, itu mah pembawa acara, pengacara … pengangguran banyak acara, he…he, mau nikah tak punya pekerjaan tetap tak mengapa, yang penting tetap bekerja,” Jontor sok bijak.
“Tetap bekerja, emang lo kerja apaan sekarang?”
“Tahu sendirilah Mak, ya internetan lah … he … heh.”
Brukk … bantal pun melayang menerpa kepala Jontor dari tangan
emaknya yang lumayan perkasa untuk ukuran wanita.
“Ah Emak … ya udah gini aja ntar kalo udah nikah aku bakal kerja, betul-betul kerja … Aku mau ‘ternak teri’, beneran Mak,” kata Jontor penuh semangat
“Aneh-aneh lo. Emang ada orang ternak teri di mari, di mana-mana teri diambil di laut sono,” sanggah Mak Romlah.
“Di sini bisa Mak, TERNAK TERI … anter anak anter istri, anter istri kerja, anter anak sekolah, gue di rumah … wkwkwk.”
Gubrakk!!! untuk kedua kalinya bantal melayang di kepala Jontor.
“Ah Mak ... jangan suka mukul kepala anaknya dong, ntar aku tambah bloon gimana? Padahal bloon yang lama belum sembuh. Kalau nggak diterima kerja karena bloon jangan salahin aku, salahin Mak sendiri aja … hehe.”
“Ah dasar lo pinter ngeles .. Emak serius neh, ntar lo cari kerja, kalau udah kerja, Mak kenalin lo ama si Wulan, anaknya Mpok Farah, sapa tau dia mau sama lo.”
“Ah enggak, Mak! aku lagi jatuh cinta nih sama cewek lain.”
“Ama siapa? Perasaan, lo kagak deket sama cewek akhir-akhir ini.”
“Ceweknya di dunia maya … Mak, sih gaptek.”
“Namanya Luna Maya?”
“Nggak namanya Gita Cinta, aku benar-benar lagi kasmaran, Mak.” Wajah Jontor merona merah gelap karena memang kulit mukanya gelap.
“Waduh, parah lo Jon ... apa–apa dunia maya, bahaya ... ntar penghulunya juga maya, ijab kabul mas kawinnya maya, mertua lo juga maya, bisa gila lama–lama lo.”
“Emak, mah kagak ngarti perasaan anak muda.”
“Ngarti Jon, emang lo kasih makan apa, kalau lo nggak kerja. Mau lo kasih makan puisi? kagak ada tukang puisi yang kaya, hidupnya ngenes semua, terlalu banyak berkhayal, kurang realita, emang lo kenyang makan puisi?”
“Ah Emak gitu.” Pemuda tinggi kurus ini pun ngeloyor meninggalkan Emaknya sambil membawa gelas susu.
***
Memang Jontor sedang tertusuk panah cinta seorang gadis dari dunia maya.
Gadis itu adalah kawannya dalam komunitas sastra, dengan nama pena Gita Cinta.
Berawal dari kekaguman sang gadis maya pada karya Pujangga Malam yang terkenal
cethar membahana. Diawali dari komentar biasa, lama-lama mulai berani menggoda.
Proses selanjutnya bisa ditebak, mulai inbox dan chating hingga berjam–jam
lamanya. Seperi layaknya anak muda yang jatuh cinta, dengan kelebaian yang luar
biasa, tiada hari tanpa bertanya,”Udah makan belum?” hingga,”Met malem, met
bobo, mimpiin aku ya.” Sesuatu yang basi menjadi enak dinikmati. Seperti
ungkapan lama, kalau sedang jatuh cinta tahi kucing terasa coklat, walaupun
mungkin akan berlaku sebaliknya juga, jika putus cinta, coklat pun terasa tahi
kucing.
Jontor sang pengkhayal sangat menikmati hubungan ini, walau sebenarnya
sangat aneh. Rindu akan komentar kejutan pujaan hati, cemburu jika si dia
komentar berlebihan pada karya tulisan cowok lain. Sebaliknya kadang si cewek
tiba-tiba ngambek gara-gara Jontor berbalas komentar mesra dengan teman
ceweknya. Merasa diabaikan jika inbox lama tak dibalas, dan masih banyak
keanehan yang lain dari cinta gaya maya ini, sebuah cinta gaya baru efek situs
Mark Zuckerberg.
Hubungan yang aneh, keduanya tak pernah menampilkan data diri
sesungguhnya, sama halnya dengan Jontor yang memasang foto profil abal-abal,
sebenarnya Si Gita Cinta ini pun melakukan hak yang sama. Berbagai foto gadis
cantik berwajah oriental selalu nampak dalam akun sang pujaan hati.
Hal itulah yang membuat Jontor penasaran, berbagai cara dilakukan dari
mulai melacak foto teman hingga “googling”, tapi percuma karena Gita Cinta
hanyalah sebuah akun pena. Pernah sekali Jontor meminta nomer telepon pada
Gita, tetapi dijawab dengan mesra, “Biarlah begini saja Kak, biar sensasi
tambah membara, nanti akan ada saatnya.”
Hingga suatu saat ada even puisi, dan Jontor menjadi salah satu jurinya,
Dia pikir inilah saatnya mengetahui nomer telepon kekasih mayanya, karena even
ini berhadiah pulsa. Sesuai prediksi Gita pun mengikuti, sang juri yang penuh
kolusi ini tanpa pikir panjang menempatkan sang pujaan hati pada pemanang
harapan ketiga meski sebenarnya diksi puisinya masih tingkat TK.
Setelah diumumkan, nomer telepon pun mulai mulai di kirimkan melalui pesan.
Betapa girang hati Jontor mengetahui nomor telepon Gita Cinta, sang pujaan
hati. Tanpa pikir panjang, dia pun segera menelepon nomor tersebut.
“Halo!”
“Ya … halo.”
“Ini dari panitia even puisi Relung Hati.”
“Iya mas, ada apa?”
“Bisa bicara dengan pemilik akun … Gita Cinta?”
“Iya … saya sendiri.”
“Maksud saya Gita … gadis yang menjadi pemenang harapan ketiga.”
“Iya itu akun saya, nama saya GITO SUCIPTO, ini siapa ya?”
“Ohh … emm … hmm … eee, saya sponsor even ini, Pemuda Rona Senja, selamat, ya.”
Tut … tut … tut.
“Halo!”
“Ya … halo.”
“Ini dari panitia even puisi Relung Hati.”
“Iya mas, ada apa?”
“Bisa bicara dengan pemilik akun … Gita Cinta?”
“Iya … saya sendiri.”
“Maksud saya Gita … gadis yang menjadi pemenang harapan ketiga.”
“Iya itu akun saya, nama saya GITO SUCIPTO, ini siapa ya?”
“Ohh … emm … hmm … eee, saya sponsor even ini, Pemuda Rona Senja, selamat, ya.”
Tut … tut … tut.
Seperti mendengar petir di siang bolong, dengan segera Jontor membatalkan pertemanan dengan Gita Cinta, mematikan komputer dan bersembunyi dari dunia maya selama beberapa masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar