Blogger Widgets

Popular Posts

Jumat, 31 Juli 2015

Rindu Hujan


















tahukah kamu ...
siang yang selalu berkejaran dengan malam 
bintang riang bermain mata saat mentari bersembunyi
lengkung senyum rembulan hadir mengganti 
bukankah aku tak pernah berhenti?

tahukah kamu ...
musim kemarau ada masanya
tetes air hujan jatuh bukan semau kita
meski rindu rinainya membuncah di dada
apakah kamu tak mengerti juga?


OK.01.08.15


Penebus Dosa




Kita ini manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. 

Karenanya kadang kita harus menikmati KASIH SAYANG ALLAH seperti Nabi Yunus as. yang ditelan ikan paus berhari hari dalam kegelapan lalu dimuntahkan ke daratan dalam keadaan lapar, sakit dan lemah. 

Hanya saja kita bukan ditelan ikan, tetapi oleh terjangan ombak kehidupan. 

‪#‎mutiara_AlQuran_surah37_ayat140‬

DOSA


Satu hal yang membuat aku bisa bertahan, menikmati bahkan mensyukuri saat diterpa badai masalah adalah DOSA.

Sungguh jika badai masalah itu merupakan penebus dosaku, maka itu belum seberapa dibanding besarnya dosaku.

Jika dosaku harus ditebus di dunia mungkin saat ini aku tak pantas merasakan kenikmatan walau sekecap makanan, sedenting nada, dan seberkas cahaya. Bahkan lidah ini tak pantas menyebut nama-Nya dan kaki ini tak pantas menyentuh lantai rumah-Nya.

Kenyataannya aku masih bisa merasai … karenanya badai itu harus kunikmati.

Selasa, 28 Juli 2015

Kelapangan Hati




"Robbisy rohlii shadrii" (Ya Allah, lapangkan dadaku) 
Kenapa dada? 
Karena dada mukimnya hati 
Hati mukimnya segala rasa.
"Ya Allah lapangkan hati kami seluas samudera sehingga segala beban kotoran dan cemar dari hilir sungai kehidupan bisa lebur ditelan kelapangan lautan." ‪

(Mutiara Al Quran surah 20 ayat 25)‬

Kuncup Hasrat


Jika kita mendapatkan yang kita inginkan seringkali kita kehilangan apa yang telah kita dapatkan.
Seperti tumbuhan yang menumbuhkan kuncup daun yang baru kadang diikuti daun tua kering yang gugur

Jomblo ingin menikah.
Bukankah stlh menikah kehilangan kebebasan? 
Sesudah menikah ingin punya anak. 
Bukankah setelah punya anak kehilangan sebagian masa berduaan?

(Mutiara Al Quran surah 84 ayat 19)‬

CINTAKU


Jika ada sepuluh alasan untuk membencimu, sayangnya aku mempunyai sembilan puluh alasan untuk tetap mencintaimu. ‪

Dualitas


Waktu kecil aku bertanya kepada bapak,"Kenapa Allah menciptakan iblis dan syaithon? Kenapa Allah menciptakan neraka?"  
Dan aku tak pernah mendapat jawaban yang memuaskan. Belasan tahun kemudian barulah mengerti. Begitulah kepingan kehidupan seperti kepingan uang logam selalu memiliki dua sisi. Ketiadaan salah satu meniadakan yang lain.

(Mutiara Al Quran surah 36 ayat 36)‬

Galau













Galau itu manusiawi ... 
Tak perlu di-bully. 
Sedih itu biasa ... 
Tak usah dibrondong khotbah agama. 

Apa adanya saja, sekadarnya saja ... 
Kita masih manusia biasa, Nabi Yaqub as pun punya rasa yang sama hingga diabadikan munajat dan kepedihan hatinya. 

Umar bin khottob pun berdoa dengan kalimat yang sama jika beban berat mendera 

(‎mutiara Al Quran surah 12 ayat 85-86)‬

Hijrah


Orang yang meninggalkan amal buruk dan berhijrah melakukan hal yang baik tidak serta merta hidupnya menjadi lebih mudah, kadang malah semakin terpuruk di mata manusia

Masalahnya seringkali keburukan perlu penebusan dan kebaikan perlu pembuktian. ... Jadi ikhlaskan .


Sederhana itu Bahagia


Kebahagiaan dunia diawali sederhana dan diakhiri dengan sederhana pula.
Seorang anak manusia pada awal masa hidupnya kebahagiaanya sederhana seperti harapannya yang masih sederhana, ketika manusia sudah uzur kebahagiaanya pun sederhana seperti kemampuan fisiknya yang mulai sederhana.

Salahmu


Belajar menyalahkan diri sendiri lebih dahulu dan bukan orang lain saat ada hal buruk menimpa diri, keluarga atau lingkungan, 

Karena memang begitu menurut firman-Nya. 

Keburukan yang menimpa itu bisa menjadi penebus, pengingat, sekaligus pahala jika ridho dan bersabar.


‎(mutiara Al Quran surah 4 ayat 79)‬

Rabu, 15 Juli 2015

AKU IDIOT


Sebenarnya ini hanyalah sebuah kejadian sederhana, tapi tak ada salahnya jika dibagi bersama. Peristiwa ini terjadi malam Ahad kemarin, saat salat berjamaah maghrib di masjid komplek rumahku. Nasib baik aku bersebelahan dengan remaja idiot sebut saja namanya Dodo.

Entahlah mungkin bawaan lahir, aku mudah akrab dengan anak-anak dan remaja yang masih kekanan-kanakan seperti Dodo. Aku sering mengusili Dodo saat dia lewat depan rumahku seperti mengagetkan dia dengan suara anjing, menirukan suara kentut lalu aku menuduhnya, atau mengerjainya dengan berkata,
“Do, kamu dicari bapakmu, sono!” Padahal sebenarnya tidak, aku hanya usil saja.

Keusilanku ini ternyata membawa suasana keakraban di antara kami. Akibatnya ketika aku sedang salatpun Dodo mengajak ”akrab” denganku. Baru takbiratul ihram, dia sudah mengajak ngobrol tak jelas. Aku berusaha konsentrasi dengan lafaz yang kubaca. Saat imam membaca Al Fatihah, dia menirukan walau tak begitu keras, semua makmum sudah maklum. Tapi aku yang tepat disampingnya agak terganggu, belum lagi dia menirukannya salah, “Ihdinash shirotol ladziina an amta alaihim.” Dia berhenti dan bingung sendiri ketika berbeda dengan bacaan imam. Aduuh … aku pun tersenyum dalam hati, bertambahlah khilafku satu lagi.

Kedua tangannya juga tak bisa diam, mulai dari garuk-garuk kepala hingga memancing upil dari lubang hidungnya. Saat yang lain rukuk dia sujud, saat yang lain sujud dia berdiri. Hal yang paling membikin konsentrasiku buyar adalah saat dia meletakkan wajahnya tepat di depan wajahku, CI LUK BA!!. Hampir buyar segala daya upayaku untuk memperkhusyuk diri. Ah, kupejamkan mata saja biar tak melihat semua kejadian ganjil ini.

Biarlah kuterima segala ujian ini dengan keteguhan hati. Bisa jadi ini karena dosa–dosaku di masa lalu yang tak kusadari. Pada rakaat kedua sang imam membaca surat yang artinya sangat tak asing lagi bagiku.
"Dan Allah mengeluarkan kamu dariperut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur." (QS 16:78)

Tiba-tiba terbayang aku menjadi Si Dodo. Si Koko adalah si Dodo. Aku menjadi seorang idiot yang selalu diremehkan orang. Tak ada orang yang mendengar pendapatnya. Tak bisa bekerja dan berkarya. Hanya menjadi beban bagi orang di sekitarnya.

Selama ini aku diuji, walau masih muda tetapi dihormati. Dalam perusahaan aku sering memerintah orang yang lebih tua, bahkan menegurnya. Di lingkungan tetangga dipercaya mengurus mereka. Dalam keluarga dirindukan dan dicintai.

Astaghfirullah …  betapa sombongnya diriku dan sedikit sekali bersyukur. Bulir bening tak bisa kutahan. Tanpa sadar aku sesenggukan di tengah  ayat-ayat suci yang sedang dilantunkan. Ya Allah ampunkan!

RAHASIA PRIA DAN WANITA


Jika pria menginginkan pengertian, maka wanita itu butuh perhatian.
Pria terpesona akan kecantikan, maka wanita lebih tergiur kemapanan.
Seorang pria hendak menikah berujar, “Aku ingin wanita yang siap diajak hidup susah.”
Wanita bilang,”Aku akan menerima pria yang mengajakku nikah, bukan mengajakku hidup susah.”

Kalau pria suka merayu, sebenarnya wanita tersanjung jika dipuji dan dirayu.
Jika pria suka mengumbar kata gombal, wanita akan berkata, ”Ah, gombal!” namun hati kecil sebenarnya suka digombalin.

Kesetiaan pria teruji saat berkelimpahan, kesetiaan wanita terbukti saat kekurangan.
Jika banyak pria mencari harta dan tahta untuk mendapatkan wanita, sebaliknya tak sedikit wanita menakhlukan pria untuk mendapatkan harta dan tahta.

Pria lebih mengharapkan pelayanan dan penghargaan, sedangkan wanita membutuhkan pengayoman dan belaian kasih sayang.

Pria itu sebentar … wanita itu lama …
Pria itu sebentar menduda, kalau wanita lama menjanda kadang hingga tutup usia.
Pria itu romantisnya sebentar, sedangkan wanita tak menggebu tapi bertahan lama.
Pria itu cepat … wanita itu lambat …
Pria itu cepat lupa jika ada masalah, sedangkan wanita itu ahli sejarah.

Selasa, 14 Juli 2015

PUISIMU



seribu alunan dendang sastra puisi
tiada sebiji getarkan hati
satu kuberlutut padanya
meski sederhana
puisimu!


#lipatdus

CINTA ITU LAMA






















Cinta tidaklah seperti kisah Bandung Bondowoso yang bisa membangun seribu candi hanya dalam waktu satu malam. Membangun dan merawat cinta memerlukan waktu seumur hidup.
Tapi kalau “jatuh cinta”, satu kedipan mata pun cukup. Namun jika anda “jatuh” karena cinta pada pandangan pertama, jangan salahkan siapa-siapa. Karena cinta ini hanya menjamin anda “jatuh” bukan untuk bangun.

Cinta dibuktikan dengan laju putaran waktu, bukan asal “njeplak” bilang I love you, atau menggombal dengan rayuan “aku tak bisa hidup tanpamu.”
Rumah tangga itu bukti cinta kelas tinggi, Bersama dalam perbedaan dan proses mencapai tujuan bersama. Proses yang lama dan tidak singkat.

Perlu kesabaran menghadapi hidup dan kelakukan aneh pasangan yang …
LAMA ... mendapatkan anak..
LAMA ... mendapatkan rumah tinggal..
LAMA ... mendidik anak..
LAMA ... mendapatkan kendaraan..
LAMA ... mengumpulkan tabungan..
LAMA ... bekerja..
LAMA ... datang..
LAMA .. pulang..
LAMA ... di kamar mandi
LAMA ... di kantor..
LAMA ... di toko..
LAMA ... di pasar..
LAMA ... dandan..
LAMA … BBM-an..
LAMA … FB-an..
LAMA … nonton TV..
LAMA … arisan..
LAMA … rapat
Dan puluhan lama yang lain.

Begitulah cinta, seni tingkat tinggi dalam menghadapi “kelamaan”.
Kalau anda belum mengalami, jangan pernah bilang mencintai.
Nanti kata-katamu akan terbukti, ternyata basi!

Setengah Isi Setengah Kosong


Jika di hadapanku ada gelas yang berisi minuman lezat namun hanya setengah isinya. Aku akan menikmati setengah isinya bukan mengeluhkan setengah isi yang kosong.

Belajar fokus pada kelebihan bukan pada kekurangan

Menyelam Lebih Dalam


Kadang hidup itu tak hanya tentang seberapa jauh kita melangkah, seberapa tinggi kita mendaki, tapi juga sedalam apa kita menyelam.

Hidup bukan hanya tentang banyaknya tempat yang kita takhlukkan atau berapa manusia yang mengenang nama kita tetapi juga tentang menemukan mutiara di balik setiap peristiwa sederhana. 

Ladang Surga


Beramal untuk bekal akhirat seperti menanam padi, sedangkan mencari bekal kehidupan dunia seperti menanam rumput.

Padahal jika menanam padi selalu tumbuh rumput, sedangkan jika menanam rumput tak pernah tumbuh padi.

Cinta Lapis Legit

Cinta itu seperti kue lapis legit, selalu berlapis dan terbagi. Tak ada ceritanya cinta itu "hanya untukmu" saja.

Sejak lahir, cinta manusia selalu terbagi dan harus dibagi.
Dari mulai mencintai orang tua, saudara, kawan hingga pasangan dan berlanjut hingga keturunan.

Tapi pastikan potongan paling tebal adalah cinta Allah dan Rasul SAW sang utusan.

Senin, 13 Juli 2015

Makna Hening


Terkadang kita membutuhkan keheningan dan meninggalkan sementara segala kesibukan dunia.
Meski akhirnya kita kembali lagi ke sana.
Bahkan melakukan lagi hal yang sama, hanya saja dengan cara pandang dan rasa yang berbeda .



Jawablah


#haiku
tetesan embun
di ujung tapak dara
enggan menyapa

#tanka
tetesan embun
di ujung tapak dara
enggan menyapa
beku apa amarah
bias rona jawablah

OK.11.07.15

Jejak Embun



#haiku
hangat sang surya
keringkan embun pagi
basahkan hati







#tanka
hangat sang surya
keringkan embun pagi
basahkan hati
tetesnya mengudara
jejaknya dalam jiwa

OK.11.07.15

Menyapa Embun

#haiku
menyapa embun
tanpa secuil nyali
hanya menanti










#tanka
menyapa embun
tanpa secuil nyali
hanya menanti
siang embun menghilang
aku hanya terdiam

Solo
OK.11.07.15


Gemuruh Kalbu


#haiku
sapa biasa
namun di hatiku
gemuruh kalbu

#tanka
sapa biasa
namun di hatiku
gemuruh kalbu
bukan salah ujarmu
hanya tertancap rindu

Solo
OK.11.07.15

Ruang Rindu


sepinya ruang relung hati
riuhnya hanya kau!

#dukotu
OK.13.07.15

Menanti


fajar merekah memecah tetes embun
jemariku menanti di ujung daun
berharap bulirmu mengalun
hari bulan
kapan?

#lipatdus
OK.13.07.15

Minggu, 12 Juli 2015

Petualangan Si Jontor 4 - Assalamu'alaikum Bujang


Novel "Assalamu 'alaikum Bujang" sangat diminati para jomblo termasuk Jontor, yang sudah beberapa kali mengalami patah hati dalam perjalanan meletakkan gelar bujangnya. Buku yang ditulis Asmat Nadir ini termasuk best seller di antara karya-karyanya yang telah sukses di pasaran sebelumnya seperti, Catatan Hati Suami Takut Istri, Mak Ijah Tersesat di Mekkah, Sakinah Bersama Bininya, dan masih banyak lagi.

Petualangan Si Jontor 3 - Jomblo Ngenes




Suara nyaring Mak Romlah terdengar hingga ke kamar Jontor.
“Jon … neh ada undangan pernikahan buat lo!”
Jantung Jontor tiba-tiba berdegup kencang, nafasnya sedikit tersengal, dan keringat dingin pun mulai muncul. Begitulah nasib seorang jomblo stok lama setiap menerima undangan pernikahan rekan seangkatan. Baginya undangan semacam itu lebih menyakitkan dibanding undangan KPK.

Petualangan Si Jontor 2 - Jatuh Cinta dengan Gadis Maya


Mak Romlah menarik bantal Jontor yang sedang tertidur di depan televisi, 
Bruk! Pemuda kerempeng ini pun tergagap bangun dan berusaha mengumpulkan kembali kesadarannya. 


“Apaan sih Mak! gangguin orang tidur aja.”

“Kebangetan lo Jon, ni udah jam berapa? Liat udah jam sepuluh, lo cuma pindah tempat tidur doang. Bagaimana ada perusahaan yang betah punya karyawan kayak lo? Bagaimana ada cewek yang mau sama lo, kalau kerjaannya molor aja. Kalau malam malah begadang mulu di depan komputer.”

Petualangan Si Jontor 1 - Tenar di Dunia Maya


“Maaf, saldo anda tidak cukup untuk melakukan transaksi ini.” Inilah kalimat yang muncul di layar mesin ATM, singkat dan sederhana tetapi berefek sangat komplikatif. Jontor mencoba menutupi layar mesin ATM dengan tubuhnya yang kerempeng, agar tidak terlihat orang yang antri di belakangnya. Dengan sigap dia mengambil kartu dan segera balik kanan keluar dari barisan demi sebuah harga diri.

KEAJAIBAN MEMAAFKAN




Jika berharap pasangan hidupmu menjadi penyejuk mata … maafkan dia.
Ingin buah hatimu menjadi anak shalih shalihah … maafkan mereka.
Berharap saudara, orang tua, rekan, kawan, murid, karyawan, tetangga mendengar dan memperhatikanmu … maafkan mereka.
Kenapa begitu?
Kenapa bisa?

Karena begitulah Allah mengajarkan.
“Maafkanlah dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”
(Surat Al-A'raaf 199)
Dahulukan memaafkan sebelum memberi nasehat atau menyuruh kepada kebaikan.
Mengapa?
Memberi nasehat seseorang seperti menanam di sawah, jika tanah keras jangan harap kita bisa menanam sesuatu. Cangkul akan terlempar bahkan bisa berbalik mengenai diri sendiri. Begitu pula perumpamaan seseorang yang sedang marah dan keras hati saat dinasehati.
Maka perlu diairi, dicangkul, dibajak ... dengan apa?
Dengan maaf…
maaf …
dan maaf 
(ta’fuu, tashfahu, taghfiru)

Sebagaimana Firman Allah dalam Surat At-Taghabun ayat 14 :
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Makanya tak heran jika Rasulullah menyuruh seorang sahabat memaafkan pelayannya sehari 70 kali. Apalagi kepada anak … istri ... saudara ... sahabat … orang tua.
Maafkanlah sebelum mereka meminta maaf. Sifat ini telah membuat seorang sahabat Rasulullah SAW dijamin masuk sorga.

Memaafkan bisa membuat orang lain berubah.
Memaafkan membuat hidup kita menjadi lebih indah.

BERKAWAN DENGAN PERUBAHAN




Kawan, ujung daunmu mulai banyak yang menguning. Dahanmu pun mulai kering. Tak seperti bulan lalu, dirimu masih begitu segar dan bening. Kini badanmu mulai kurus, kulitmu pun mulai layu. Bagian tubuhmu mulai berguguran. Seperti pagi ini, kutumpuk banyak daun kering yang berserakan.

Sebenarnya aku tak pernah lupa memberi air kesegaran, tapi musim tak bisa dilawan. Usahaku hanyalah sebuah upaya sederhana. Perputaran kodrat alam tetap berjalan.

Kawan aku memahami bahasamu. Saat engkau menggugurkan dedaunan tak selalu menandakan kematian. Bahkan kau menunjukkan kekuatan. Bahwa engkau mampu menyesuaikan diri di segala keadaan. Dirimu menunjukkan sebuah kemampuan bertarung di segala medan. Hal yang terhebat adalah membuktikan engkau bisa selaras menikmati perubahan. Bahkan tanpa sepatah kata keluhan!

Perubahan adalah fakta. Proses ini tak pernah berhenti bekerja. Tak hanya pada tanaman tetapi juga bekerja dalam hidup manusia. Jika ada yang berguguran dari bagian hidup kita, sebenarnya kurang pantas terburu menghakimi bahwa hal itu keburukan. Suatu yang hilang bisa menjadi kebaikan. Bukankah jika ada daun yang gugur, akan tumbuh kuncup daun yang baru?

Adakah hal yang tak berubah dalam kehidupan ini? 
Ada … ya, cuma ada satu hal.
Satu hal yang tak pernah berubah di dunia ini … yaitu perubahan itu sendiri.
Mari kita lihat para resepsionis yang berjaga di lobi hotel. Mereka tak hanya menyambut tamu yang datang, tetapi mempersilakan tamu yang pergi. Tentunya dengan senyuman, keramahan, dan kehangatan

Demikian pula dalam hidup ini, selalu ada yang datang namun ada juga yang pergi. Orang-orang yang kita cintai, harta benda, saudara, kawan, keadaan, suasana hati. Mereka semua adalah tamu dalam hidup ini.

Masalahnya, bisakah kita bersikap seperti sang resepsionis? Mampukah kita selalu menyambut tamu hidup yang datang dan pergi dengan senyuman, bahkan jabat tangan penuh ketulusan?

Om Koko
Beranda, 28 Mei 2015

MAAFKAN DIA 70 KALI SEHARI



Kita pasti pernah dibuat kesal dan dikecewakan seseorang. Oleh siapakah?
Dikecewakan orang yang tak kita kenal atau tak dekat secara personal sangat mudah untuk dilupakan. Namun terasa lebih menyakitkan jika dikecewakan oleh orang terdekat. Mereka yang lalu-lalang dalam kehidupan kita setiap hari. Bisa jadi orang tua, pasangan hidup, anak, saudara, kawan, rekan kerja, atasan, bawahan, sahabat dan orang-orang yang sebenarnya kita sayangi.
Begitulah hukum alam paradoks kehidupan, semakin besar cinta semakin besar pula kemungkinan benci.
Apa alasan kita kecewa?
Ya, karena menurut kita, dia salah.
Mungkin dia salah ucap yang membuat kita salah sangka. Atau dia salah bersikap yang menjadikan salah memahami. Dia salah bertindak sehingga kita salah mengerti.


Bukankah sebenarnya keduanya berbagi kesalahan? Kita manusia biasa dan bukan malaikat. Sehebat apapun tak pernah bisa luput dari salah, namanya juga manusia. Semua wajar adanya, jadi dimaafkan saja.
Oke … kita maafkan, mencoba berlapang dada. Tak perlu menyalahkan dan menunjukkan bahwa dia salah jika itu membuat suasana makin panas dan kita semakin sulit memaafkan.
Baiklah kali ini kita sudah berhasil mengalahkan diri sendiri. Tetapi apa daya ternyata dia membuat kesalahan lagi. Ya … dia kembali melakukan hal yang membuat kesal! 
Kenapa harus diulang? Atau memang sengaja membuat kita marah?


Ah … bukankah kita juga selalu mengulang dosa kepada-Nya? Bukankah Dia selalu memberi kesempatan? Dia selalu bersedia memberi pengampunan? Baiklah, kita maafkan lagi. Bagaimana jika membuat kesalahan lagi? Maafkan lagi. Jika berbuat salah lagi? Maafkan lagi. Begitukah? Sampai kapan? Sampai maut menjemput, karena begitulah Rasulullah SAW mengajarkan.

Ingat kisah seorang laki-laki yang bertanya tentang berapa kali batas memaafkan pelayan/pembantu/asisten rumah tangga. Rasulullah tak menjawab, hingga pertanyaan tersebut diulang tiga kali. Akhirnya dijawab oleh beliau,”MAAFKAN DIA SEHARI TUJUH PULUH KALI.” 
Wooow!!!
Mendengar kisah dalam kitab Sunan Abu Dawud tersebut sungguh membuat saya terkesima, tertampar dan tertegun. Jika seorang pembantu saja mempunyai hak untuk dimaafkan hingga 70 kali sehari, bagaimana dengan anak, istri, suami, orang tua, saudara, kawan, rekan, dan handai taulan?
Mereka jauh lebih pantas kita maafkan. Janganlah sebuah kesalahan jadi nila setitik dan rusaklah susu sebelanga. Jika sedang bermasalah seakan tak ada sebiji sawi pun kebaikannya. Begitulah bujuk rayu setan yang selalu menebar permusuhan.
Teringat juga kisah saat Rasulullah SAW beliau berkata dalam majelisnya “Sebentar lagi kalian akan melihat ahli surga.”
Tak lama datanglah pemuda yang biasa dan sederhana sambil menenteng sandal. Sontak hal ini membuat beberapa sahabat Nabi SAW penasaran mencari tahu amalan apa yang menyebabkan dia dijamin masuk surga oleh Rasul-Nya.
Abdullah bin Amru pun rela menginap tiga malam di rumahnya namun tak menemukan hal istimewa, semua biasa saja. Setelah hari ketiga dia pun bertanya. Pemuda itupun hanya menjawab dengan jawaban yang sederhana pula,”Aku tak akan tidur sebelum memaafkan semua orang yang pernah menyakitiku.”
Kecewa, sakit hati itu manusiawi. Asal jangan jadi dendam. Dendam itu ibarat duri dalam hati. Rasanya ngilu dan sangat nyeri. Jika duri di kaki saja kita lepaskan, kenapa duri dalam hati kita biarkan?

SEBUAH MUTIARA SURAT AL KAHFI


Jika Surat Al Kahfi ini diibaratkan samudera yang luas, di dalamnya terdapat ribuan tiram. Setiap tiram menyimpan sebuah mutiara yang berharga. Saya hanya akan memungut sebuah tiram dan mengambil satu biji mutiara dari tubuhnya, Maka tulisan ini pun hanyalah satu diantara ribuan mutiara Surat Al Kahfi.

SEKEPING GENTENG TIKET KE SURGA


Sumber foto : Google


Saya tidak tahu apakah di daerah anda juga ada tradisi membeli nasi atau es dawet dengan sekeping pecahan genteng (kreweng) saat acara syukuran (bancakan) dan prosesi pernikahan Jawa. Memang sekarang sudah jarang dan mulai ditinggalkan, tetapi dulu waktu saya masih kecil acara seperti ini sangat ditunggu, karena memang dikhususkan untuk membuat anak-anak senang. Saya bersama teman-teman langsung tancap gas mencari pecahan genteng jika ada tetangga yang mengumumkan pembagian nasi bancakan, lumayan pas lagi lapar dapat nasi plus lauk gratisan.

BELAJAR DARI KUNGFU PANDA





Setiap orang pasti mempunyai harapan dan cita-cita dalam hidupnya. Apapun impian anda … apakah ingin menjadi penulis profesional, pengusaha sukses, marketing handal, ulama yang alim, hafizh, memberangkatkan haji orang tua, mendirikan perusahaan, ponpes, panti asuhan dan lain sebagainya. Jagalah mimpi anda, seperti Poo “Si Kungfu Panda” yang selalu

BLACK BOX HIDUPMU




Si Kotak Hitam atau dalam bahasa internasional disebut Black Box, akhir-akhir ini ramai disebut dalam berbagai berita dan media. Pemberitaan pencarian puing pesawat dan jenazah pesawat Air Asia yang mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu masih menjadi topik yang hangat untuk diberitakan.
Black blox adalah alat

ILMU JIWA ALA SPONGE BOB


Sebelum aku menikah, Sponge Bob adalah film kartun yang paling aku benci. Mendengar suaranya saja cukup membuatku pusing. Suara serak Si Kotak Kuning membuat telingaku bising apalagi menontonnya, sungguh hal yang tak masuk akal. Ketika ada teman yang bilang bahwa dia sangat menyukai kelucuan cerita kartun itu, aku mengatakan kepadanya bahwa dia lebih lucu dari si Sponge Bob.

Benci ternyata bisa berubah menjadi cinta. Semuanya berawal

AYAT-AYAT MAHABHARATA



Kalau panglima perang jihad Afghanistan menulis buku Ayat Ayat Ar Rahman Dalam Jihad Afghan (Ayaatur Rahmaani Fii Jihaadil Afghan), maka diriku yang penuh dosa ini hanya akan merangkai tulisan yang jauh di bawahnya, yaitu Ayat-Ayat Ar Rahman Dalam Keping Kehidupan. Kadang aku juga tak mengerti, sering kali tanpa sengaja menemukan pelajaran dan pencerahan dari keping kecil kehidupan. Pelajaran itu kadang lahir dari daun yang berguguran, cahaya teduh rembulan, bunga yang mekar, roda yang berputar, bahkan film serial kera sakti hingga kartun Sponge Bob.

Rabu, 08 Juli 2015

SULITNYA JATUH CINTA KEPADA-MU

Karena cinta adalah rasa, maka ini bukan sesuatu yang bisa direkayasa. Mudah saja aku berkata aku mencintai-Mu tetapi itu hanya di mulut saja. Sedangkan kenyataan bukanlah sekedar ucapan. Apa yang terucap di mulut hanyalah kegombalan jika tak ada bukti nyata.

Aku kadang bertanya, kenapa seorang remaja bisa jatuh cinta? Seperti sebuah pesan dari-Nya  agar manusia mengerti apa itu rasa cinta. Ya, cinta sebuah rasa penuh sensasi hati yang paling sulit dimengerti. Rasa ini tak bisa dipaksa bahkan kadang tak bisa diupayakan seperti membalikkan telapak tangan. Sekali lagi ini masalah hati, tak sesederhana seperti membuat roti yang jika dibuat sesuai resep pasti jadi. Bahkan kadang kenyataan yang dilihat mata pun belum menunjukkan kedalaman cinta sebenarnya.

Jika anda pernah jatuh cinta, maka pasti akan mengerti. Rasa debar saat berjumpa, rasa rindu menggebu jika lama tak bertemu, salah tingkah di depan pujaan hati, cemburu tak menentu, selalu terbayang dalam angan, selalu melintas dalam ingatan. Bahkan hingga menulis status di sosial media, “Hei kamu … ya Kamu, please… aku mohon berhentilah mondar-mandir di pikiranku!” Memang salah siapa? Dia yang kepikiran orang lain yang disalahkan. Padahal orang yang dipikir belum tentu berpikir hal yang sama. Kita hanya bisa maklum, dia baru jatuh cinta.

Perasaan aneh ini bisa membuat remaja sekolah yang nilainya sering di bawah lima sekalipun menjadi bahagia. Dia menjadi lupa semua kisah nyata di sekolahnya yang penuh duka, tentang kemarahan sang guru matematika, kawan-kawan sekelas yang suka menghina, bahkan umpatan orang tuanya. Semua sisi derita tertutup oleh nikmatnya rasa cinta. Semua lagu tentang rindu membawanya terbang ke alam surga walau hanya imajinasi semata. Rasa yang bisa membuat bahagia remaja anak saudagar kaya hingga remaja miskin yang tinggal di kolong jembatan jalan raya. Perasaan suka cita yang bisa menggelora  dalam jiwa anak remaja kota hingga anak petani desa. Inilah dahsyatnya jatuh cinta.

Rasa yang sama mampu merubah seorang wanita saat masih lajang pemalas, tapi kini bisa bangun tengah malam saat bayinya menangis. Sebuah rasa yang membuat seorang ayah rela kerja lembur hingga tengah  malam tanpa mempedulikan kesehatan dirinya.  Rasa lelah dan penat mampu diusir oleh kekuatan cinta.

Rasa itu pula yang mestinya ada untuk-Nya. Bahkan idealnya cinta kepada-Nya di atas segala cinta kepada yang lain. Aku pun belum tahu “cintaku” sejauh apa? Apakah masih slogan semata? Aku takut salah menduga. Kalaulah kita mengaku jatuh cinta kepada-Nya mestinya hati ini penuh sensasi rasa bahagia. Rindu ingin berjumpa dengan sujud kepada-Nya. Menanti saat sholat dengan penuh rasa rindu seperti hendak bertemu sang kekasih. Menikmati setiap kata dan doa dalam sholat seperti saat bercengkerama dengan pujaan hati.

Ibadah bukan lagi beban tetapi menjadi sebuah candu kenikmatan. Lupa dengan segala sisi derita dalam diri karena jiwanya telah tercelup dalam manisnya samudera cinta kepada-Nya.

Kini aku mengerti rasa rindu seperti apa yang membara dalam hati  para kekasih-Nya. Cintalah yang membuat Hanzholah meninggalkan istrinya yang baru dinikahi dan terjun ke medan peperangan saat ada seruan jihad sedangkan dia masih dalam keadaan junub. Akhirnya Hanzholah mati syahid dan dimandikan para malaikat yang mulia.

Rasa cintalah yang membuat Mushab bin Umair meninggalkan dunia mudanya yang penuh gemerlap harta dan ketenaran. Dia memilih jalan perjuangan hingga akhirnya mati syahid dalam keadaan kedua tangannya putus karena memegang teguh tugasnya dalam mengibarkan bendera panji pasukan Islam. Dia tak melihat kebinasaan tetapi merasakan kenikmatan surga yang hadir di alam dunia. Mushab wafat dalam keadaan miskin dan hanya memiliki selembar kain, itupun tak cukup untuk kain kafan guna menutup seluruh tubuhnya.

Rasa yang sama membuat Abu Bakar rela memberikan semua hartanya di jalan Allah saat perang Tabuk, Hingga saat ditanya Rasulullah,”Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?” dijawab,”Hanya Allah dan Rasul-Nya.”

Masih banyak kisah lain yang membuktikan kekuatan cinta. Kadang sulit diterima dengan logika, tetapi begitulah apa adanya cinta. Aku hanya ingin bisa mencintai-Nya sebagaimana mereka mencinta. Cinta kepada-Nya membuat hidup menjadi sangat nikmat. Apapun halnya selama ada di jalan-Nya maka itu membawa rasa bahagia yang luar biasa, biarpun orang banyak salah mengira. Aku hanya bisa berdoa sebagaimana doa Nabi Daud ‘alaihi salam tentang cinta,

“Allahumma inni as-aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal'amalal ladzi yuballighuni hubbaka. Allahummaj'al hubbaka ahabba ilayya min nafsi wa ahli wa minal mai wal baridi.”

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar selalu mencintai-Mu, mencintai orang-orang yg mencintai-Mu, dan amal perbuatan yg dapat menghantarkanku untuk mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah cintaku pada-Mu melebihi cinta pada diriku, keluargaku dan melebihi air yg menyejukkan."

CINTA TAK PERNAH SALAH

Bagaimana aku menyalahkannya? Sedangkan dia hanyalah sebuah rasa.
Rasa itu hadir di ruang hati tanpa permisi lalu bagaimana aku menyuruh berhenti?
Bagaimana dia bersalah? Cinta hanyalah sebuah anak panah
Dia hanya mengikuti ke mana tuannya membawa busur mengarah.
Cinta …
Pintunya adalah rindu, jendelanya api cemburu.
Cinta …
Dindingnya adalah kepedulian, atapnya kerelaan berkorban.

Jika kau rasakan itu,  hanya ada satu jawaban
Anak panahmu telah kaulepaskan dari busurnya.
Walaupun mungkin terjadi tanpa kau sadari.
Saat cengkraman jari panahmu tiba-tiba lari.
...

Apapun bisa kaujadikan sasaran
Apakah kekuasaan, jabatan, kekayaaan, kemewahan, petualangan, kecantikan, kebangsaan. Hobi yang menyenangkan, gadis yang rupawan, pasangan yang menawan, keluarga yang membanggakan, karir yang kemilauan, karya yang menghebohkan?

Di antara semua bidikan, jika ada sebuah yang paling dalam itulah yang kaujadikan Tuhan … walau sebenarnya bukan Tuhan.

Tapi hatimu telah menjadikannya sebagai Tuhan.
Lalu di mana Ar Rahmaan?
Meski Dia tak kauanggap Tuhan dia tetap Tuhan.
Walau tak jadi Tuhan di hatimu.

Cinta hanyalah sebuah rasa …
Cinta kepada harta dunia, adalah rasa yang sama pada cinta agama-Nya.
Cinta pada seorang rupawan adalah rasa yang sama pada cinta pada Rasul-Nya.
Cinta pada petualangan adalah rasa yang sama pada cinta perjuangan di jalan-Nya.

Cinta hanyalah cinta, dia hanyalah anugrah Sang Maha Kuasa untuk alam semesta

Mbah Guru
Gunung lawu, 27 Januari 2014

Selasa, 07 Juli 2015

MENJELANG EKSEKUSI MATI







Kami berpelukan lama sekali. Mungkin karena ini adalah pelukan terakhir. Air mata tumpah tak terbendung lagi. Kulihat Bapak yang biasanya tegar pun tak kuasa menahan perasaannya.

“Bapak … Ibu, aku titip Khadija dan Faisal ya,” pesanku.

Ibu semakin terharu dan menciumi kepalaku, “Ya Allah le … yang sabar ya, pasrah dan tawakkal sama Allah. Ikhlaskan hati mudah-mudahan kamu diampuni Allah dan digolongkan ahli surga,” tukas ibu sambil tersedu-sedu.

“Amiin, ya Allah,” sahutku.
Istriku hanya bisa mencucurkan air mata tak mampu lagi untuk berkata. Kupeluk cium Faisal, anakku satu-satunya yang sekarang masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar.

“Kalau ada teman yang mengolok-olok bahwa ayahmu ini penjahat. Jangan hiraukan! Jangan dengarkan! Kamu tak perlu marah, bersabarlah. Allah lebih tahu siapa sebenarnya orang yang baik.”

“Faisal, taati dan sayangilah Ibumu. Jadilah anak yang sholeh. Mudah-mudahan kelak kamu menjadi orang yang lebih baik dari Ayah,” pesanku.
Anakku hanya mengangguk, raut kesedihan tampak dari wajahnya.

Masa jenguk telah usai, Bapak, Ibu, Khadija, dan Faisal sudah diminta sipir untuk meninggalkan lapas. Mereka pun melangkah meninggalkanku. Terasa berat tetapi bagaimanapun juga aku harus kuat. Pandangan ini mengikuti setiap langkah mereka, tak ada yang kuat menoleh kembali kepadaku, hanya Faisal yang berkali-kali menoleh melihatku.Tiga hari lagi eksekusi mati akan dilaksanakan.

***

Kupandangi selembar foto yang diselipkan Khadija tiga hari yang lalu, saat semua keluarga menjenguk untuk kali terakhir. Foto kenangan keluarga kecil, mataku tertuju pada sosok Khadija yang sedang merangkul Faisal.

Kuusap gambar raut wajah mereka dengan jari-jariku, “Wahai Istri dan anakku tersayang, maafkan jika selama ini ayah tak bisa menjadi suami dan bapak yang baik buat kalian. Malam nanti ayah akan pergi meninggalkan kalian untuk selama-lamanya. Jika orang lain tak tahu kapan akan meninggalkan orang terkasih untuk selamanya. Ayah mengetahuinya, bahkan hingga pukul berapa saat maut harus menjemput. Meskipun semua jiwa ada di tangan-Nya tetapi secara logika, beginilah keadaannya,” bisikku sambil menungggu pembimbing spiritual menjengukku untuk yang terakhir kali.

Siang tadi mungkin saat terakhir aku bisa melihat cahaya mentari. Hari terakhir bisa memandang isi dunia yang penuh warna-warni. Eksekusi tembak mati telah menantiku beberapa jam lagi.

Ini adalah perpisahan dengan alam dunia yang jelas waktunya. Tidak seperti kebanyakan orang yang tak tahu kapan akan meninggalkan keluarga, harta, saudara, dan segala aktifitas dunia. Aku merasa lebih beruntung bisa mengetahuinya, paling tidak bisa menyiapkan bekal menuju alam sesudah mati dan mempersiapkan mental keluarga yang akan kutinggalkan.   .

Ingatanku melayang ke masa lalu, seperti melihat sebuah film tentang kisah hidupku. Terbayang senyum bapak dan ibu, serta kejadian-kejadian yang berkesan saat masih kecil, Imajinasiku terus berkelana mengingat perjalanan masa muda hingga saat bahagia bersama Faisal dan Khadija.

Tiba-tiba tenggorokan ini terasa tersekat saat mengingat kejadian yang paling menyesakkan dada. Saat aku menghunus parang dan membantai seluruh keluarga Pak Bondan tanpa ampun. Tak ada yang tersisa meski satu nyawa, istri dan ketiga anaknya bahkan seorang asisten rumah tangga kuhabisi semua.

Entah setan apa yang menguasai sehingga tega membantai majikanku sendiri. Saat itu aku sudah tak bisa menahan emosi karena penghinaan luar biasa yang dilontarkan kepada orang tuaku, Jika hanya diriku yang dihina mungkin tak sekalap itu, tapi dia telah menghina bapak dan ibu dengan menyebut mereka seperti kerbau yang tolol.

Amarah dan dendam  yang membara  membuatku begitu mudahnya mengikuti bujuk rayu setan. Sekarang aku hanya bisa menyesal dengan sesal yang teramat dalam. Andai bisa kuputar waktu dan melakukan hal yang berbeda, tentu tak begini akhir ceritanya.

Apapun alasannya melakukan kejahatan tetap saja salah dan tidak bisa dibenarkan oleh agama maupun hukum negara. Aku mengakuinya dan siap menerima segala konsekuensi dari apa yang telah kuperbuat.

***
Kulihat jarum pendek jam dinding di ruang konsultasi tahanan menunjuk angka delapan, berarti kurang tiga jam lagi saat eksekusi tiba. Ustadz Amri duduk di hadapan memberikan nasihat terakhir kepadaku. Beliau memang bertugas sebagai pembimbing spiritual lapas ini. Selama masa tahanan aku banyak belajar tentang agama dan kehidupan darinya.

“Apakah Allah akan mengampuni semua dosa-dosaku, Ustadz?” tanyaku ragu.

“Allah berfirman dalam Al-Quran surat Az-Zumar ayat 53-54. Katakanlah; Hai hamba-hambaku yang telah melewati batas dalam berbuat dosa. Janganlah kalian berputus asa dari kasih sayang Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa seluruhnya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyanyang. Kembalilah kalian kepada Tuhanmu, berserah dirilah kepada-Nya, sebelum datang kepada kalian azab kemudian kalian tidak lagi dapat membela diri.” Guru spiritualku menjelaskan.

Aku tiba-tiba menangis seperti seorang anak kecil. Hatiku terharu, merasa seperti mendapat jawaban langsung dari-Nya. Aku bersimpuh di pangkuan Ustadz Amri, dan bertanya sekali lagi, “Benarkah Allah akan mengampuniku, sedangkan aku telah menghilangkan banyak nyawa?”

“Ya! Jika kau sungguh bertaubat kepada-Nya maka demikianlah janji-Nya. Meskipun teman dan tetangga menganggapmu sebagai seorang pembunuh. Biarpun semua orang menganggapmu mati terhina, padahal faktanya engkau mati dalam keadaan taubatan nasuha,“ kata guru spiritualku dengan tegas.

“Qishosh adalah salah satu bentuk rahmat Allah, Niatkan dalam hati bahwa eksekusi mati yang akan kamu jalani adalah qishah bagimu. Mudah-mudahan kamu  menemui-Nya dalam keadaan bersih dari dosa sebagaimana perempuan pezina yang menyerahkan dirinya pada Rasulullah SAW untuk dirajam. Taubatnya lebih dari cukup untuk seluruh penduduk Madinah waktu itu.  Ingatkah kamu cerita yang sering aku kisahkan kepadamu tentang pembunuh 100 orang yang bertaubat? Bukankah akhirnya Allah merahmati dan mengampuninya,” nasehat Ustadz Amri.

"Insha Allah, Ustadz,” jawabku dengan kelegaan luar biasa.
“Aku titip selembar surat wasiat ini untuk istriku. Hanya beberapa pesan sederhana saja, Ustadz. Salah satunya agar dia sabar dan tak perlu larut dalam kesedihan. Karena hidup di dunia hanyalah sebentar saja. Mudah-mudahan kami bisa dipertemukan di surga-Nya nanti,” sambil menyodorkan kepada guruku secarik lipatan kertas.

“Amiiin ... ya Rabbal ‘alamiin.”

***
Detik-detik saat maut menjemput hampir tiba. Beberapa sipir menggiringku berjalan menuju tiang eksekusi yang sebenarnya adalah tiang pembebasan dosa. Aku merasakan sangat rindu kembali pada-Nya. Suatu perasaaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Rasa yang sangat manis dan sukar diungkap dengan kata. Kuharap langkah kakiku ini adalah langkah menuju jannah-Nya.

“Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin … terima kasih ya Allah atas segalanya." Hati dan lidahku terus mengucapkan istighfar tanpa henti hingga malaikat Izroil datang menjemput. Ya ... aku sedang menantikan maut.

PENGAKUAN SEORANG IBU

.
Aku duduk mematung tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Rahma, kawan sesama pengajar TPQ yang duduk tepat di sampingku hanya tersenyum. Lalu dia menoleh dan memperhatikan detail gerak wajahku.

“Mbak Sarah, dijawab dong pertanyaan Mas Hasan,” kata Rahma sedikit tak bisa menahan luapan perasaan girangnya.

“Apapun nanti jawaban Sarah, aku siap kok. Kalau memang tak boleh bertemu Mas Win dan Mbak Wid, tidak mengapa,” ucap Mas Hasan tenang.

“Boleh kok Mas, silakan nanti sore bertemu dengan Mbak Wid dan Mas Win,” jawabku lirih. Perasaanku campur aduk menjadi satu, ada perasaan bahagia luar biasa karena ada seorang laki-laki shaleh yang hendak meminangku, di sisi lain aku juga bingung apakah aku sudah siap? Ataukah keluargaku menerima pinangan Mas Hasan. Karena dia belum bekerja, masih kuliah dan hidupnya masih numpang.

Mas Hasan adalah seorang mahasiswa Teknik UNS semester akhir. Dia berasal dari kota Rembang dan sudah 4 tahun tinggal di daerah kami sebagai penjaga masjid. Setahuku biaya kuliahnya pun dibiayai oleh salah seorang pengurus masjid, maklum karena Mas Hasan lahir dari keuarga yang kurang mampu. Selain sebagai muazin, dia juga aktif mengajar TPQ, termasuk aku sebagai pengajar putri.

Hubungan kami terjalin saat kegiatan TPQ dan remaja masjid yang sering diadakan bersama. Secara personal aku pun mengaguminya sebagai lelaki istimewa, karena di jaman sekarang sangat jarang seorang pemuda yang mau menghabiskan masa mudanya untuk kegiatan agama, mencari ilmu dan berdakwah sepertinya. Aku merasa beruntung jika ternyata pemuda ini akhirnya memilihku.

***

Aku di kamar mencoba mendengar apa yang dibicarkan Mas Win dan Mbak Wid yang sedang berbincang serius dengan Mas Hasan. Merekalah satu-satunya keluarga terdekatku sekarang. Bapak dan Ibu telah lama meninggal, aku telah dipelihara kakak perempuanku, Mbak Wid, sejak masih SD.

Dari pembicaraan mereka sayup kudengar sinyal kurang mengenakkan. Sepertinya kakakku kurang menyetujui pinangan pemuda shaleh tersebut. Seperti prediksiku semula  alasannya karena dia masih berstatus mahasiswa dan belum punya pekerjaan tetap. Tak lama, Mbak Win memanggilku agar aku  ikut nimbrung bersama di ruang tamu.

“Sarah, aku yakin kamu sudah tahu maksud kedatangan Hasan, bukannya kami melarang dan menolak hanya saja menikah itu bukan sekedar ijab qabul selesai, selain persiapan batin perlu juga ada persiapan lahir dan materi apalagi bagi seorang laki-laki yang bakal menjadi kepala keluarga, bukan begtu, Hasan?” Pertanyaan Mbak Win sungguh merupakan pukulan telak untuk Mas Hasan.

“Iya Mbak, nanti saya akan kuliah sambil bekerja.” Mas Hasan bersikeras dengan prinsipnya, yah memang begitulah  sifatnya, selalu pantang menyerah.

“Menurut Mas, tidak usah tergesa. Kamu masih bisa selesaikan kuliahmu nanti kalau sudah selesai, kita bicarkan lebih matang.” Mas Win mencoba mencari jalan tengah.
Setelah pembicaraan mulai menemukan titik temu, Mas Hasan berpamitan walau dengan sedikit ganjalan.

***

Di kamar, Aku segera menulis SMS untuk Mas Hasan, kucoba minta maaf atas perkataan kakakku yang mungkin kurang berkenan, belum selesai mengetik tiba-tiba Mbak Wid masuk kamar dan memelukku dari belakang dengan erat sambil menangis tersedu-sedu.
Aku tak mengerti, tak pernah Mbak Wid melakukan hal seperti ini.
“Kenapa, Mbak? Aku tidak mengapa kok.” Aku masih kebingungan.

“Maafkan Mbak Wid ya …,” sambil sesenggukan.
“Biasa saja, Mbak. Memang Mas Hasan agak nekat orangnya.” Aku berusaha menenangkan.
“Bukan itu, Sarah.”
“Maksud Mbak?”
“Karena kamu sudah dewasa dan hendak menikah, Mbak harus memberi tahu kepadamu sebuah rahasia yang besar, maafkan Mbak jika baru sekarang bercerita ….”
“Rahasia besar apa?”Aku semakin tak mengerti.

Kami berdua duduk di sisi tempat tidur. Kucoba mendengarkan dengan seksama kata demi kata kakak perempuanku. Bagaikan mendengar petir di siang bolong, aku terkejut dan lemas seketika mendengar pengakuan kakakku, bahwa diriku sebenarnya adalah anaknya, bukan anak orang yang dulu kusebut Bapak dan Ibu. Mereka berdua adalah kakek dan nenekku. Sedangkan Mas Win memang benar suami Mbak Wid, tetapi bukan ayahku.

“Lalu siapa dan di mana ayahku, Mbak?” tanyaku sambil menangis tersedu.
“Mbak sekarang tak tahu di mana ayahmu, dan Mbak nggak mau dia hadir dalam hidup kita lagi, sudahlah, lupakanlah ….”
“Aku anak zina?” ratapku.

“Ssst jangan berkata begitu, kamu tidak bersalah, kamu tak berdosa, semua adalah salahku … ibumu ini.” Mbak Wid memelukku sangat erat sambil terisak.

Aku menangis sekeras-kerasnya, meluapkan segala emosi yang bercampur aduk menjadi satu. Ada rasa kecewa, benci, marah, sedih, tetapi sekaligus rasa bahagia, karena ternyata ibu yang melahirkan aku masih hidup dan menyayangiku.

“Lalu bagaimana aku menikah, bukankah harus ada ayah?”
“Aku akan mencari Bapakmu,” kata Mas Win berdiri di depan pintu kamarku. Perkataan yang sangat bijaksana dari seseorang yang tergores luka lamanya.

“Demi kamu Sarah, aku akan mencarinya, walau sebenarnya Mas Win tak mau mengingat masa lalu. Apalagi masa lalu itu berhubungan dengan kekhilafan ibumu.”

Kakak iparku itu pun melangkah meninggalkan kamar, aku bisa mengerti dan memahami perasaannya, mengapa dia begitu membenci ayahku. Aku merasa bingung harus bagaimana dan berkata apa, biarlah malam ini segera berlalu dan berganti pagi. Malam yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, kegelapannya menegaskan gelapnya pikiranku yang sedang gundah gulana mendengar segala kenyataan tentang hidupku.

(bersambung)

MENUJU BUMI JIHAD

MENUJU BUMI JIHAD

Ibu menangis tersedu-sedu sambil merangkulku sangat erat, “Ya sudah, le, kalau itu sudah menjadi cita-cita dan ketetapan hatimu, ibu hanya bisa mendoakan …  moga-moga ….”
Ibu tak bisa meneruskan lagi perkataannya, hanya sesenggukan yang bisa kudengar. Tekadku sudah bulat segala pemandangan mengharukan ini tak membuatku  mundur dan bergeming untuk tetap berangkat ke Suriah.

“Doakan saja anakmu ini, Bu, kalaupun aku suatu hari nanti hanya namaku saja yang kembali, yakinlah kita akan bertemu di surga-Nya nanti,”

Ibu semakin terisak dan tak mampu berkata-kata, cengkeraman jari jemarinya semakin kuat terasa di punggungku. Kuteguhkan hati seteguh karang. Tak ada setetes pun  air mata yang jatuh dari kedua pelupuk mataku. Kucium telapak tangannya, aku pun beranjak mengambil dua tas besar bekalku, meninggalkan orang tua, keluarga, kawan handai taulan dan negeriku. Menuju tempat yang aku tak tahu bagaimana nasibku di sana, hanya sebuah keyakinan memenuhi panggilan-Nya.

***
Kupandang tetes air hujan yang menempel pada kaca jendela bus yang membawaku ke Jakarta. Bulir-bulirnya mampu memanggil bulir air mata yang tersimpan dalam kelopak mataku. Tanpa sadar menetes di pipi, suasana hening malam membuatku teringat segala kenangan di masa lalu. Terlihat bayangan wajah ayah yang sudah meninggal dunia, ibu yang selalu memanjakanku, kakak yang galak, adikku yang lucu. Terbersit kenangan saat bersama kawan bercanda, pergi rekreasi, tertawa gembira, ah sudahlah aku tak mau terhanyut suasana kecengengan ini.

Kuhapus air mata yang membasahi pipi dengan kain sorban. Sebenarnya aku tidak berbeda dengan mereka, hanya manusia biasa yang juga punya rasa. Aku hanya berusaha mendahulukan dan mengambil yang paling mulia. Meninggalkan mereka bukan berarti tak cinta, aku hanya ingin mencintai dan menyayangi dengan takaran yang semestinya. Bukankah cinta tertinggi haruslah kepada-Nya.

Kerlip lampu sepanjang jalan yang terus berpendar seiring dengan pendar cahaya hati yang masih ada walau hampir saja redup oleh ikatan dan belenggu cinta dunia. “Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, sayangilah mereka sebagaimana  mereka menyayangiku  sewaktu kecil.”

***

Kulalui perjalanan dengan pesawat dari Jakarta menuju Istambul-Turki bersama dua orang hebat. Duduk di samping mereka saja cukup membuatku lebih bersemangat. Om Amir salah satu alumni perang Afghanistan semasa agresi AS pada tahun 2001. Hidupnya memang telah diabdikan untuk perjuangan di jalan-Nya, sebuah penghidupan terbaik seperti yang dikatakan Rasulullah SAW. Kawanku yang lain bernama Bang Saiful, salah satu seniorku. Kami berdua sama-sama baru pertama ke Suriah, hanya saja dia sudah lebih bepengalaman di berbagai medan perjuangan lokal.

Sesampai di Istambul, kami harus ganti pesawat menuju propinsi Gaziantep yang merupakan propinsi terdekat dengan perbatasan Suriah. Gaziantep  dan Hatay merupakan  jalur masuk bebas hambatan menuju Suriah. Di Bandara Gaziantep kami sudah ditunggu seorang pria tinggi besar berjenggot, saya tak tahu namanya. Dia berbicara dengan Om Amir menggunakan bahasa arab. Tak lama kami diajak masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan menuju kota Kilis. Bukan perjalanan yang singkat menuju kota tersebut, sekitar 45 km jauhnya dari bandara. Kilis di sinilah perbatasan akhir antara negara Turki dan Suriah.

Usai mengurus visa, kami melanjutkan perjalanan dengan penuh ketegangan. Bukan ketakutan tetapi adrenalin yang terpacu menuju pintu masuk bumi jihad Syam. Saat mobil melawati gerbang perbatasan, tiba –tiba aku menangis seperti anak kecil yang kehilangan ibunya. Aku pun tak mengerti kenapa, mirip dengan perasaan ketika menatap kabah pertama kali secara langsung dengan mata kepala sendiri, saat umroh satu tahun yang lalu. Air mata bahagia tak bisa dibendung.

Om Amir yang duduk di kursi depan menoleh kepadaku dan tersenyum, “Selamat datang di bumi jihad Syam, medan yang penuh kemuliaan, tidak hanya dirimu banyak orang yang merasakan hal yang sama. Mereka menangis seperti menemukan hal yang lebih berarti dari semua harta di dunia, lebih berharga dari saudara dan keluarga. Ya di sinilah pintu surga di depan mata.”

Kata-kata Om Amir membuatku semakin terhenyak dan terhanyut dalam keharuan kebahagiaan. Bang Saiful yang duduk disampingku pun turut meneteskan air mata bahagia. Sepanjang perjalanan kulihat ribuan tenda pengungsi yang tersebar di mana-mana, sungguh miris dan tragis.

“Wahai saudara-saudaraku, aku datang dari negeri seberang ke tanah ini untuk membelamu dari penindasan. Aku datang untuk menegakkan kalimat Allah yang terinjak-injak. Aku hadir dengan jiwa dan raga yang siap kukorbankan untuk menegakkan kalimat-Nya di muka bumi ini ... Ya Allah saksikanlah!”

Kuinjakkan kakiku pertama kali di bumi jihad, seperti menginjak beranda surga, serasa tinggal beberapa langkah menuju pintunya. “Ya Allah, kutinggalkan ibuku, keluargaku, negeriku, kesenanganku untuk berjuang di jalanMu … karena Engkau ya Allah … jika jasad ini harus terpisah dari raganya, aku sudah ridho ya Allah. Semua kulakukan karena aku mencintai-Mu. Ya Allah terimalah … ya Allah saksikanlah!”

GUA MAH EMANG GITU ORANGNYA!

Suara azan zuhur terdengar, tepat saat jam istirahat. Babah Ngali pun bergegas hendak pergi ke musala pabrik tempatnya bekerja. Perjalanan ke musala melewati tempat parkir armada perusahaan. Babah Ngali bertemu dengan beberapa sopir dan helper, diajaknya untuk sekalian sholat berjamaah.

“Bro, yuk sholat dulu,” ajak Babah Ngali.
Sebagian pun ikut Babah Ngali ke musala kecuali Samin dan Panjul.

“Bah, perut gua udah laper. Kata Nabi kalau makanan sudah terhidang lebih baik makan terlebih dahulu,” kilah Samin sambil membuka kotak nasi yang memang dibawa dari rumah.

“Eh, sebenarnya kamu pada laper juga kan? Mending makan dulu, lebih baik makan mikirin sholat daripada sholat mikiran makan. Gua mah emang gitu orangnya,” Panjul menimpali.

“Sama Njul, Gua mah juga gitu orangnya.” Samin merasa mendapat dukungan moril dari kenek setianya.

Babah Ngali cuma geleng-geleng kepala dan meninggalkan mereka menuju ke tempat wudhu. Usai sholat berjamaah  Babah Ngali makan siang di kantin. Tepat pukul 13.00 beranjak kembali ke ruang kerjanya. Betapa terkejut saat melihat Samin dan Panjul masih tidur di samping armada mereka.

Babah Ngali mengambil beberapa lembar kain lalu ditutupkan pada sekujur tubuh Samin dan Panjul. Kemudian dia berdiri di samping kepala mereka dan bertakbir keras.
“Allahu Akbar!”

Kontan Samin dan Panjul terkejut dan bangun.
“Hey … apa-apaan ini Bah, Emang kita orang udeh jadi mayat kok disholatin?”

“Lu bilang mau sholat habis makan. Ne udah jam satu siang, waktu rehat udah kelar. Lu pade malah masih tidur. Kalau lu pade males sholat gue bantu. Gue kan orang baik. Gue bantu sholatin. Gua mah emang gitu orangnya!”

GUBRAAAAAKKKK!!!!

BLUSUKAN PRESIDEN JARKONI

Malam itu Babah Ngali menyebar undangan kepada warga sekitar musala Ulil Albab. Isi undangan tersebut menggemparkan warga kampung Ogahmiskin, desa Sukakaya. Intinya PRESIDEN NEGERI ENDONESAH MAYA akan mengadakan kunjungan mendadak alias blusukan ke musala Ulil Albab dan berbagi rejeki dengan masyarakat.