#Patidusa ENGKAU DAN BINTANG membuka jendela mencari cahaya kelam tanpa kerlipan tertelan awan bintang letihkah? bukan itu engkau selalu menunggu meski mataku tak menemukanmu
Kalau menonton Legend of Aang terkagum dengan kesaktian pengendali air, pengendali tanah, pengendali udara dan pengendali api. Tak usah muluk-muluk, kita jadi pengendali hati sudah cukup sakti.
Saat dipuji siapkan jendela hati untuk dimaki, saat di atas siapkan tangga jiwa untuk turun ke bawah, jika sekarang disukai ada saat akan ditinggalkan, mungkin sekarang dihargai bisa jadi besok diremehkan, kalau hati sedang gembira siapkan sebuah ruang untuk derita, inilah kehidupan dunia. Tak ada yang abadi. Bukan sekedar roda kehidupan berputar tetapi karena kita ingin kembali pada-NYA sebagai hamba sejati. Jika tidak kita siapkan, kehidupan yang akan memaksa kita untuk melakukan.
Kehidupan tidak pernah bermaksud membuat kita sedih ataupun bahagia. Hal yang terjadi hanyalah apa yang terjadi sedangkan apa yang kita rasakan adalah hal yang berbeda. Perasaan kita pun sebenarnya tidaklah rumit terkadang kita sendiri yang membuatnya jadi rumit.
Aku kagum dengan orang yang hatinya sederhana meskipun hidupnya terlihat tidak sederhana. Aku prihatin dengan orang yang hatinya rumit meskipun hidupnya sederhana. Dan orang yang memiliki hati paling sederhana adalah orang-orang yang mengharap bertemu Tuhannya (yarjuu liqo-a Rabbihi)
Hati seperti lidah, peka sekali dengan rasa. Lidah melindungi tubuh dari salah makan dengan rasa yang tak enak, demikian pula hati. Jika hati merasakan kecewa, gundah, gulana ternyata kita pantas bersyukur karena bisa jadi itu sebuah tanda kita salah menempatkan harapan. Mungkin kita salah menaruh harapan pada uang, harta, anggapan, sanjungan, respon seseorang, atau apapun selain Dia. Padahal jika kita meletakkan harapan pada ridho-Nya saja. Sungguh keridhoan-Nya ada di semua keadaan saat kita di bawah maupun saat di atas.